1. Pengertian
Kebutuhan
dunia usaha terhadap permodalan, setiap saat cenderung menunjukkan jumlah yang
semakin bertambah. Terjadinya pertambahan permintaan permodalan ini ditunjukkan
dengan semakin meningkat kebutuhan untuk aktivitas produksi. Oleh karena itu
untuk memudahkan masyarakat dan para produsen untuk mendapatkan permodalan maka
pemerintah bersama-sama lembaga-lembaga ekonomi menyelenggarakan kegiatan pasar
modal.
Pasar
modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi),
ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar
modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya
pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian,
pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan
kegiatan terkait lainnya.
2. Perbedaan
dengan Pasar Uang
Perbedaan
antara pasar modal dengan pasar uang adalah jangka waktunya. Dalam pasar uang,
diperdagangkan suratberharga berjangka waktu pendek, sedangkan dalam pasar
modal, diperdagangkan surat berharga berjangka waktu panjang.
3. Fungsi
Pasar Modal
Pasar modal memiliki peran penting
dalam perekonomian suatu Negara karena pasar modal mempunyai 2 fungsi, yaitu :
a.
Fungsi
ekonomi.
Pasar
modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan
yaitu pihak investor dan pihak yang memerlukan dana.
b.
Fungsi
keuangan.
Pasar
modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return)
bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Jadi diharapkan dengan
adanya pasar modal aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal
merupakan alternative pendanaan bagi perusahaan-perusahaan untuk dapat
meningkatkan pendapatan perusahaan yang pada akhirnya memberikan kemakmuran
bagi masyarakat yang lebih luas.
Sedangkan
fungsi pasar modal di Indonesia meliputi:
1. sebagai
sarana badan usaha untuk mendapatkan tambahan modal;
2. sebagai
sarana pemerataan pendapatan;
3. memperbesar
produksi dengan modal yang didapat sehingga produktivitas meningkat;
4. menampung
tenaga kerja; dan
5. memperbesar pemasukan pajak bagi
pemerintah.
4.
Manfaat Pasar Modal
Secara umum, manfaat dari keberadaan
pasar modal adalah :
a.Menyediakan sumber pembiayaan
(jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara
optimal.
b.Memberikan wahana investasi yang
beragam bagi investor sehingga memungkinkan untuk melakukan diversifikasi.
c. Menyediakan leading indicator bagi
perkembangan perekonomian suatu Negara. Maksudnya jika pasar modal berkembang
maka diharapkan perekonomian juga akan berkembang.
d. Penyebaran kepemilikan
perusahaan sampai pada lapisan masyarakat menengah
e. Penyebaran
kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan iklim berusaha yang
sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen profesional.
5. Tujuan
Dibentuknya Pasar Modal
Pada tahun 1977, pemerintah mengaktifkan kembali beroperasinya pasar modal
dengan tujuan untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Pengaktifan
kembali tersebut dilandaskan oleh adanya kebutuhan dana pembangunan yang
semakin meningkat.
Melalui pasar modal, dunia usaha akan dapat memperoleh sebagian atau
seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Selain itu, pengaktifan ini
juga dimaksudkan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan melalui kepemilikan
saham-saham perusahaan serta penyediaan lapangan kerja dan pemerataan
kesempatan usaha.
6. Peran Strategis Pasar Modal
Pasar modal memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi. Di banyak
negara, terutama di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar, pasar
modal telah menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi, sebab pasar modal dapat
menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan-perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini merupakan salah satu agen produksi
yang secara nasional akan membentuk Gross Domestic Product (GDP). Perkembangan
pasar modal akan menunjang kegiatan peningkatan GDP. Dengan kata lain,
berkembangnya pasar modal akan mendorong pula kemjuan ekonomi suatu negara.
Sejarah
Pasar Modal Syariah
Sejarah Pasar Modal Syariah di
Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa
Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h
Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management
meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk
memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan
hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang
dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
Pada tanggal 18 April 2001, untuk
pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa
Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana
Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus
bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September
2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan
adalah akad mudharabah.
Sejarah Pasar Modal Syariah juga
dapat ditelusuri dari perkembangan institusional yang terlibat dalam pengaturan
Pasar Modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU antara
Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya
kesepahaman antara Bapepam dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis
syariah di Indonesia.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK,
perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan
Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan
Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan
dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas
dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan
industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya
ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.
Pada tanggal 23 Nopember 2006,
Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal
Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13
tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang
digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada
tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor
II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan
peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12
September 2007.
Perkembangan
Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor
19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei
2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan
surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008
untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan
IFR0002.
Pada
tanggal 30 Juni 2009, Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap
Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1
tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Pengenalan Produk Syariah di Pasar Modal
Produk syariah di
pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat
berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham,
obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif,
kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Sejalan
dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan
sebagai Efek Syariah. Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana
dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan
usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip –
prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah
diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit
Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Secara
konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan
dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan
bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak
bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau
syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua
saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai
saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham
tersebut diterbitkan oleh:
- Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah.
- Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
- kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
- perjudian dan permainan yang tergolong judi;
- perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
- perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
- bank berbasis bunga;
- perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
- jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian(gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
- memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
- melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
- rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
- rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
2. Sukuk
Sukuk
merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi
syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari
kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan.
Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk
sebagai berikut :
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
- aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
- nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada;
- jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
- aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau
- kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)”
Karakteristik Sukuk
Sebagai
salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan
obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan
bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai
aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset ). Klaim kepemilikan
pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk
harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk
dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang
digunakan dalam penerbitan sukuk.
Jenis Sukuk
Jenis
sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk,
terdiri dari :
- Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
- Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
- Sertifikat salam.
- Sertifikat istishna.
- Sertifikat murabahah.
- Sertifikat musyarakah.
- Sertifikat muzara’a.
- Sertifikat musaqa.
- Sertifikat mugharasa.
3. Reksa Dana Syariah
Dalam
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai
reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang
pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar
Modal.
Reksa
Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu
alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan
pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko
atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun
dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan
investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa
Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan
penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai
salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang
berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak
pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah
keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan
cleansing (pembersihan).
Seperti
halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang
keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
- Risiko Berkurangnya Nilai Unit
Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya. - Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect. - Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana. - Risiko politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.